Wednesday, 18 August 2010

Business model dan corporate culture Google yang unik

Business Model dan corporate culture Google sangat unik dan breakthrough, berbeda sama sekali dengan perusahaan konvensional yang selama ini kita kenal di buku-buku teks manajemen. Berikut ini adalah beberapa inspiring lessons-learned dari Google.

#1. Be a PLATFORM; Not Only Product
Google bukanlah sekedar produk; tapi ”platform”. Seperti halnya Facebook, eBay, atau Foursquare, Google menawarkan platform yang memungkinkan konsumen membangun produk, bisnis, komunitas, dan network. Jika Anda menawarkan platform, maka Anda tidak berbisnis sendirian, tapi ditopang oleh para konsumen Anda melalui hubungan bisnis win-win yang saling menguatkan. Semakin si konsumen berkembang bisnisnya, maka semakin berkembang pula bisnis pemilik platform. Google punya banyak platform: Blogger untuk penerbitan konten; Google Docs untuk office collaboration; YouTube untuk video sharing; Picasa untuk photo sharing; Google Group untuk komunitas; atau Google AdSense untuk berbisnis via online ads.


Ambil contoh Blogger yang diperoleh Google melalui akuisisi. Blogger merupakan sebuah platform karena memberikan “wadah” bagi para bloggers untuk memproduksi dan mempublikasikan konten yang mereka miliki. Dari blog yang dibangun di Blogger.com para blogger meng-create value melalui konten-konten menarik yang mereka publikasikan; yang kemudian bisa mendatangkan massa pembaca dan pengiklan. Menariknya, ketika para blogger tersebut create value, maka dengan sendirinya mereka akan add value ke platform Blogger.com. Jadi, semakin besar value diciptakan oleh si konsumen, maka semakin besar pula value yang ditambahkan oleh si konsumen tersebut kepada platformnya. Inilah hebatnya platform, Anda akan bekerja bersama-sama dengan si konsumen untuk membesarkan platform tersebut.

#2. It’s NOT Destination… It’s a MEAN
Banyak perusahaan berpikir bahwa konsumen harus datang ke website mereka. Kalau mereka datang, maka traffic website tersebut akan tinggi, dan dari situ pemasang iklan akan mau membayar mahal untuk iklan-iklan yang dipajang di situ. Google berpikir sebaliknya. Ia menjadikan home page-nya bukan sebagai “tujuan akhir”, tapi “alat” yang akan membawa Anda ke tempat yang Anda inginkan. Alih-alih minta didatangi, Google justru “menyambangi” konsumennya. Akibatnya, jutaan jalan bisa Anda tempuh untuk mengakses Google. “Google democratize its channels”. Search box-nya Google bisa Anda pakai dan hadir di situs manapun di internet. Anda juga bisa menggunakan Google AdSense atau YouTube di blog dan website Anda. Ketika Anda begitu gampang diakses, bisa dipastikan jutaan peluang akan menghampiri Anda. Ini pelajaran penting dari Google!!!

#3. DEMOCRATIZE Resources; Don’t Control!!!
Teori bisnis sebelumnya mengatakan: “Kuasailah sumber daya terbatas dan krusial (di bidang produksi, distribusi, marketing, paten, dsb.), maka Anda akan menuai keuntungan premium sesuai dengan hukum supply & demand. Google justru berpikir sebaliknya. Alih-alih menguasai dan mengontrol produksi, distribusi, pemasaran, atau paten; Google justru sejauh mungkin menyerahkan ke pihak lain untuk kemudian diajak berkolaborasi. Umumnya perusahaan menggunakan logika “scarcity economy”; Google menggunakan logika “abundance economy”. Ambil contoh Google AdSense. AdSense merupakan platform untuk “mendistribusikan” bisnis iklan Google ke para pemilik blog atau website di manapun di internet. Jadi Google tidak rakus memakan bisnis iklannya sendiri, tapi mengajak “distributor’-nya yaitu para pemiliki blog dan website untuk berkolaborasi menciptakan dan membagun bisnis secara bersama-sama. Tak heran jika pemilik blog dan website tersebut kemudian menjadi evangelist fanatik bagi Google.

#4. Never STOP Improving… Involve Customers
Hampir semua produk yang dibikin Google meluncur dengan label “Beta”. Versi Beta berarti produk tersebut masih dalam proses testing dan eksperimen; masih dalam proses perbaikan; atau masih dalam proses penyempurnaan. Cara seperti ini bertentangan denga conventional wisdom yang berlaku sebelumnya, bahwa produk harus sempurna begitu meluncur di pasar. Inilah cara Google untuk mengatakan kepada konsumennya: “Kami memang masih jauh dari sempurna; marilah kita sempurnakan bersama-sama.” Itulah cara Google untuk melibatkan konsumen menyempurnakan produk. Harus diingat, konsumen lah yang paling tahu apa kebutuhannya; karena itu konsumen lah yang paling layak menyempurnakan produk yang dibutuhkannya.

#5. "Don’t Be Evil”
“Don’t be evil” adalah motto yang diungkapkan oleh Paul Buchheit dan Amit Patel pencipta Gmail. Melalui motto yang sangat spiritual tersebut mereka ingin mengatakan bahwa ketika informasi konsumen sudah ada di Google maka data itu bisa dieksploitasi dan rekayasa sedemikian rupa untuk kepentingan apapun, termasuk untuk kepentingan yang jahat. Karena itu, motto tersebut menjadi semacam “pagar-pagar etika” bagi setiap Googlers agar tidak berperilaku dan berbisnis jahat. Poin ke-6 dari corporate philosophy mengatakan: “You can make money without doing evil”. Sehebat apapun strategi dan model bisnis Anda; semua itu tak ada artinya tanpa adanya landasan moral dan etika yang kokoh.

Berbeda dari kebanyakan perusahaan konvensional yang bersifat vertikal; Google unik dan revolusioner karena menggunakan pendekatan dan logika bisnis yang HORISONTAL.

No comments:

Post a Comment